ISU
penanggulangan kemiskinan saat ini merupakan issu yang hampir setiap saat
disuguhkan kepada kita, apalagi setelah menjadi agenda Nasional dalam
bentuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Issu ini menjadi
komoditi yang paling santer ditawarkan kalangan yang mencalonkan diri pada
posisi birokrasi dan legislatif, utamanya saat-saat menjelang suksesi,
sekalipun itu hanya sekedar retorika kampanye tanpa konsep pelaksanaan yang
jelas.
Penanggulangan
kemiskinan telah banyak diupayakan melalui berbagai pembangunan sektoral maupun
regional, tetapi karena dilakukan secara parsial dan tidak berkelanjutan, saat
ini hasilnya belum optimal. Bahkan yang menghawatirkan dengan banyaknya program
penanggulangan kemiskinan, ketika tidak dilaksanakan dengan metode dan
mekanisme penanganan yang tepat, justru akan membuahkan hasil yang berbanding
terbalik dengan tujuan program tersebut, yakni masyarakat akan semakin
terjebak pada budaya miskin yang selalu mengharapkan bantuan.
Masyarakat
mandiri sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah tidak mungkin diwujudkan
secara instant, melainkan melalui serangkaian kegiatan pemberdayaan masyarakat
yang terencana dan terkoordinasikan dengan baik. Sebab persoalan kemiskinan
merupakan persoalan multi dimensi yang mencakup politik, sosial, lingkungan,
ekonomi maupun asset. Dalam keseharian dimensi ini dapat dijelaskan dalam berbagai
bentuk representasinya.
Dimensi
Sosial Politik: mewujud pada tidak dimilikinya wadah kelembagaan masyarakat yang
mampuh memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan kaum miskin. Hal ini mengakibatkan
mereka tersingkir pada proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri mereka
sendiri. Lebih jauh lagi, segala pekerjaan/usaha yang mereka lakukan tidak
punya akses (termasuk informasi) yang memadai keberbagai sumberdaya kunci yang
dibutuhkan untuk meningkatkan taraf hidup secara layak.
Dimensi
Sosial: muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya masyarakat miskin dalam
institusi sosial yang ada. Pun terintegrasikannya budaya kemiskinan yang
merusak kualitas dan etos kerja yang mereka jalani.
Dimensi
Ekonomi: tampil dalam bentuk rendahnya penghasilan, sehingga tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak. Dan semuanya berujung
pada dimensi asset yang ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin
keberbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk asset kualitas
sumberdaya manusia, peralatan kerja modal dan sebagainya.
Pendekatan
pemberdayaan
Pendekatan
program penanggulangan kemiskinan terdahulu yang bersifat parsial, sektoral dan
cahrity dalam kenyataanya sering mengalami kondisi yang kurang menguntungkan.
Misalnya salah sasaran, melemahkan nilai-nilai kapital sosial yang ada (gotong
royong, musyawarah, dan keswadayaan). Lemahnya nilai-nilai kapital sosial pada
gilirannya juga mendorong pergeseran perubahan prilaku yang semakin jauh dari
semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalan
secara bersama.Pendekatan yang dilakukan selama ini.
Pendekatan
kemiskinan seperti di atas telah menyadarkan berbagai pihak bahwa pendekatan
dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu
diperbaiki, yaitu ke arah perubahan perilaku/sikap dan cara pandang masyarakat
yang senantiasa berlandaskan nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsip-prinsip
kemasyarakatan, dan pilar pembangunan berkelanjutan.
Perubahan
perilaku dan cara pandang masyarakat ini merupakan pondasi yang kokoh bagi
terbangunnya lembaga masyarakat yang mandiri, melalui pemberdayaan para
pelaku-pelakunya agar mampu bertindak sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai manusia luhur yang mampu menerapkan nilai-nilai luhur kehidupan bermasyarakat
sehari-hari.
Pendekatan
atau upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program yang harus diperhatikan
adalah prinsip-prinsip pengelolaan program pembangunan yang berbasis
masyarakat, karena filosofi pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk
menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun
berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan yang berkaitan dengan upaya
peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya.
Dengan
pendekatan ini masyarakat tidak hanya diposisikan sebagai obyek program tetapi
juga sebagai subyek, melalui kegiatan yang dilakukan dari, untuk, dan oleh
masyarakat. Sehingga setiap kegiatan yang ada di tingkat masyarakat akan
direncanakan, dilaksanakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sendiri dengan
harapan upaya penangulangan kemiskinan dapat berjalan lebih efektif.
Penanggulangan
kemiskinan tanggungjawab siapa?
Berbekal
kesadaran bahwa masalah kemiskinan merupakan persoalan multi dimensi dan
merupakan persoalan yang harus mendapatkan penanganan secara serius dan menjadi
tanggungn jawab kita bersama. Sudah selayaknya semua pihak bahu-membahu untuk
mengatasinya dan menuju sinergi berbagai pihak untuk ”bersama membangun
kemandirian” dalam menanggulangi kemiskinan.
Bersama
membangun kemandirian merupakan icon upaya pemberdayaan masyarakat miskin yang
mengisyaratkan keharusan membangun sinergi antara masyarakat, pemerintah
dan kelompok peduli dalam pemberdayaan masyarakat miskin.
Karena permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi
semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini
cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran masyarakat dan dunia usaha
belum optimal. Kerelawanan sosial dan kehidupan masyarakat yang dapat menjadi
sumber penting pemberdayan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga
mulai luntur. Untuk itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan
menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Salah
satu tujuan PNPM adalah meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah,
swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok
peduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.
Program
yang diluncurkan 30 April 2007 di Kota Palu Sulawesi Tengah ini merupakan
salah satu upaya pemerintah untuk mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan
dan perluasan kesempatan kerja melalui konsolidasi program-program pemberdayaan
masyarakat yang ada di berbagai kementerian/kelembagaan.
Melalui
Program ini diharapkan terjadi harmonisasi prinsip-prinsip dasar, pendekatan,
strategi, serta berbagai mekanisme dan prosedur pembangunan berbasis
pemberdayaan masyarakat sehingga proses peningkatan kesejahteraan masyarakat
dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Berkaitan
dengan upaya mendukung kemitraan sinergis sebagaimana dimaksud maka perlu
dilakukan upaya-upaya penguatan peran pemerintah dan Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) di tingkat kota/kabupaten dalam penanggulangan
kemiskinan sehingga mampu menyusun strategi penanggulangan kemiskinan di
wilayah masing-masing.
Melalui
kemitraan sinergis ketiga pilar pembangunan lokal (masyarakat, pemerintah, dan
kelompok peduli/swasta), diharapkan dapat terbangun proses pelembagaan
kerjasama yang baik antara pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha, serta
dunia nirlaba lainnya, dalam seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
dan pemeliharaan berbagai program-program serta sumberdaya yang ada yang
dimiliki oleh pemerintah daerah, dunia usaha dan dunia nirlaba lainnya.
Kemitraan
sinergis ini akan bermakna jika jalinan kerjasama dan kolaborasi antara
masyarakat, pemerintah dan kelompok peduli/swasta tersebut dibangun atas dasar
kebutuhan bersama, kepentingan yang sama dan kesetaraan peran dalam
melaksanakan kegiatan bersama. Hal ini bisa dimulai dari pembangunan yang
direncanakan oleh SKPD yang dipadukan dengan perencanaan dari masyarakat dalam
Musrembang supaya menjadi perencanaan pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan
selaras sehingga Musrembang menggambarkan mekanisme dan harmonisasi kegiatan
berbagai program. Selamat memulai.
No comments:
Post a Comment